WAHABI: “Apa dalil yang Anda gunakan dalam Tahlilan, sehingga
komposisi bacaannya beragam atau campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an,
sholawat dan lain-lain?”
SUNNI: “Mengapa Anda menanyakan dalil? Apa pentingnya dalil
bagi Anda, sedang Anda tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau Tahlilan tidak ada dalilnya berarti bid’ah
donk. Jangan Anda lakukan!”
SUNNI: “Sekarang saya balik tanya, adakah dalil yang melarang
bacaan campuran seperti Tahlilan?”
WAHABI: “Ya tidak ada.”
SUNNI: “Kalau tidak ada dalil yang melarang, berarti pendapat
Anda yang membid’ahkan Tahlilan jelas bid’ah. Melarang amal shaleh yang tidak
dilarang dalam agama.
Kalau Anda tidak setuju dengan komposisi bacaan dalam
Tahlilan, sekarang saya tanya kepada Anda, bacaan dalam sholat itu satu macam
atau campuran?”
WAHABI: “Ya, campuran dan lengkap.”
SUNNI: “Berarti bacaan campuran itu ada contohnya dalam
agama, yaitu sholat. Kalau begitu mengapa Anda masih tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau sholat kan memang ada tuntunan dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau campuran dalam Tahlilan kan tidak ada
tuntunan?”
SUNNI: “Itu artinya, agama tidak menafikan dan tidak melarang
dzikir dengan komposisi campuran seperti Tahlilan, dan dicontohkan dengan
sholat. Sedangkan pernyataan Anda, bahwa dzikir campuran di luar sholat seperti
Tahlilan, tidak ada dalilnya, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba
perhatikan hadits ini:
عَنْ
أَنَسٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ للهِ سَيَّارَةً
مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْا
بِهِمْ ثُمَّ بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلىَ السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلىَ عِبَادٍ مِنْ عِبَادِكَ يُعَظِّمُوْنَ
آَلاَءَكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْنَ عَلىَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صلى الله
عليه وسلم وَيَسْأَلُوْنَكَ لآَخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
: غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَيَقُوْلُوْنَ : يَا رَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلاَناً الْخَطَّاءَ
إِنَّمَا اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ
رَحْمَتِيْ فَهُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ . (رواه البزار قال
الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: إسناده حسن، والحديث صحيح أو حسن عند الحافظ ابن حجر،
كما ذكره في فتح الباري 11/212)
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu
mengadakan perjalanan mencari majelis-majelis dzikir. Apabila para malaikat itu
mendatangi orang-orang yang sedang berdzikir dan mengelilingi mereka, maka
mereka mengutus pemimpin mereka ke langit menuju Tuhan Maha Agung – Yang Maha
Suci dan Maha Luhur. Para malaikat itu berkata: “Wahai Tuhan kami, kami telah
mendatangi hamba-hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, menbaca kitab-Mu,
bershalawat kepada nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohon
kepada-Mu akhirat dan dunia mereka.” Lalu Allah menjawab: “Naungi mereka dengan
rahmat-Ku.” Lalu para malaikat itu berkata: “Di antara mereka terdapat si fulan
yang banyak dosanya, ia hanya kebetulan lewat lalu mendatangi mereka.” Lalu
Allah – Yang Maha Suci dan Maha Luhur – menjawab: “Naungi mereka dengan
rahmat-Ku, mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk
bersama mereka.” (HR. al-Bazzar. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’
al-Zawaid [16769, juz 10, hal. 77]: “Sanad hadits ini hasan.” Menurut al-Hafizh
Ibnu Hajar, hadits ini shahih atau hasan).
Hadits di
atas menjadi dalil keutamaan dzikir berjamaah, dan isi bacaannya juga campuran,
ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an dan sholawat.”
WAHABI:
“Owh, iya ya.”
SUNNI: “Makanya, jangan suka usil. Belajar dulu yang rajin
kepada para Kiai dan ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jangan belajar kepada kaum
Wahabi yang sedikit-sedikit bilang bid’ah dan syirik.”
WAHABI:
“Terima kasih”.
SUNNI:
“Menurut Anda, Syaikh Ibnu Taimiyah itu bagaimana?”
WAHABI:
“Beliau Syaikhul-Islam di kalangan kami yang Anda sebut Wahabi. Pendapat beliau
pasti kami ikuti.”
SUNNI:
“Syaikh Ibnu Taimiyah justru menganjurkan Tahlilan dalam fatwanya. Beliau
berkata:
وَسُئِلَ:
عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ
وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ
ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ
وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؟” فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ
كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ
فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ
: ( إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ
اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ ) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ ( وَجَدْنَاهُمْ
يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك )… وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ
لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَيْ النَّهَارِ
وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ : فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله
عليه وسلم وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا. (مجموع فتاوى ابن
تيمية، ٢٢/٥٢٠).
“Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli
dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah,
mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup
dzikirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil,
takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan shalawat kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.?” Lalu Ibn Taimiyah menjawab: “Berjamaah
dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk
qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih
al-Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah
memiliki banyak Malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka
bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka
memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat
redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun
memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca
al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta pada sebagian
waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’
Fatawa Ibn Taimiyah, juz 22, hal. 520).
Pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah di atas memberikan kesimpulan
bahwa dzikir berjamaah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat
al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain seperti yang terdapat
dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk qurbah dan ibadah yang
paling utama dalam setiap waktu.
WAHABI: “Lho, ternyata beliau juga menganjurkan Tahlilan ya.
Owh terima kasih kalau begitu. Sejak saat ini, saya akan ikut jamaah Yasinan dan
Tahlilan. Ternyata ajaran Wahabi tidak punya dalil, kecuali hawa nafsu yang
selalu mereka ikuti.”
Sumber : Santri.net